Selasa, 20 Juli 2010
Disayang Gusti Allah
11:04 AM |
Diposting oleh
Yeti Widayanti |
Edit Entri
Suatu sore terlihat seorang pemuda datang ke seorang kyai. Raut mukanya kusut, pandangannya loyo. Baju bermerk yang ia kenakan tidak bisa menutupi kegelisahan yang ada di kening kepalanya.
”Pusing saya, kyai ...”
”Kenapa harus pusing?” tanya sang kyai.
”Menurut saya, saya tidak pernah berbuat yang aneh-aneh. Saya sholat seperti biasa, shalat malam juga saya amalkan. Baca Al Qur’an rutin saya amalkan. Namun mengapa bisnis saya tertipu? Saya tertipu rekan bisnis saya. Saya percayai padanya, namun apa balasannya? Ia bawa kabur ratusan juta rupiah uang saya”.
”Ya...kamu tetap lakukan seperti biasanya, bahkan tingkatkan lagi. Lebih dekatkan lagi sama Gusti Allah. Apa yang terjadi padamu saat ini merupakan tanda-tanda kamu lagi disayang gusti Allah” jawab sang kyai.
Mendengar jawaban sang kyai, pemuda itupun tambah bengong dan bingung. Logika berfikirnya tidak masuk, namun untuk menanyakan lebih lanjut iapun tidak berani. Dengan kegelisahan yang masih menggelayut di kepalanya iapun pamitan pulang.
Sesampai di rumah, ia pandangi dirinya sendiri di depan cermin, ia pun berkata dalam hati, ”menyedihkan...”. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kalau dulu sisa uang masih bisa ia pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lambat laun semakin menipis, hingga pada suatu hari ia pun terpaksa memecah celengan, tempat ia kumpulkan koin lima ratus dan seratus rupiah. Dengan tersayat-sayat hatinya ia pun terpaksa memecah celengan itu, padahal semula celengan itu hanya sebagai tempat penyimpanan uang recehan yang menurutnya pada saat itu, tidak ada manfaatnya selain sebagai pemberian kepada ”polisi cepe” saat melintas di jalan.
Tahun berganti tahun pemuda ini lalui, dalam hari-harinya dalam kesulitan ia selalu terngiang-ngiang kata-kata sang kyai, ” ...lebih dekatkan lagi sama Gusti Allah. Apa yang terjadi padamu saat ini merupakan tanda-tanda kamu lagi disayang gusti Allah”. Ia pun terus mengevaluasi diri tentang kekurangan ibadahnya kepada Allah, tidak hanya ibadah lahiriah namun lebih ke aspek batiniah ia sedikit demi sedikit diperbaiki. Tanpa terasa lambat laun keadaan ekonominya berubah. Uang yang dulu tertipu rekan bisnisnya, telah kembali berlipat-lipat dari kemajuan usahanya.
Suatu saat ia pun bersilaturahim kepada kyai yang dulu ia temui. Setelah berbincang sejenak, si pemuda itu pun berkata kepada kyai. ”Alhamdulillah kyai, dari pengalaman saya tertipu rekan bisnis saya yang dulu saya bisa belajar tentang bersyukur, rama kyai”.
” O...begitu, alhamdulillah...” jawab kyai.
”Coba kalau saya tidak tertipu, saya tidak bisa merasakan arti sejumlah recehan yang dulu saya remehkan, rama kyai. Saat dalam kekurangan, uang recehan itu ternyata begitu berarti. Saya bisa merasakan betapa sesuatu yang sangat remeh menurut anggapan kita, ternyata berharga sekali, dan saya yakin masih banyak rekan-rekan saya yang bernasib di bawah saya.”
”Alhamdulillah... berarti kamu sudah bisa merasakan arti syukur. Terus, kamu kesini kok pakai mobil butut? Padahal duit kamu kan sudah banyak. Jangan-jangan kamu malah ngga bersyukur”, tanya kyai dengan senyuman.
”Bukan begitu rama kyai, insya allah saya bisa beli mobil yang jauh lebih mewah. Tapi saya takut rama kyai, saya selalu berdo’a, 'Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, tetapi jangan Engkau menjadikannya dalam hati kami', makanya saya berusaha lebih sederhana rama kyai”.
Mendengar jawaban pemuda, kyai pun tersenyum agak lebar, kemudian berkata, ”Alhamdulillah...semoga banyak pemuda yang berprinsip sama seperti kamu.....namun, kamu juga harus hati – hati, tanyakan dalam hatimu....sikapmu itu...karena tulus, atau karena ”ingin dianggap sederhana.....ingin dianggap zuhud....”
Ketika mendengar uraian sang kyai yang terakhir, ”...ingin dianggap sederhana.....ingin dianggap zuhud....”, hati pemuda itupun bergetar...., iapun lantas menunduk, lantas berkata, ”ya...rama kyai...saya masih harus belajar ....”.
Sahabat...
Sukses tidak ada hubungan dengan menjadi kaya raya, sukses itu tidak serumit/serahasia seperti kata para pakar,
SUKSES adalah KITA!
Karena kesuksesan terbesar ADA pada DIRI KITA SENDIRI.
Bagaimana kita tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi 1 ovum, itulah sukses pertama kita.
Bagaimana Kita bisa lahir ke dunia dengan selamat, itulah kesuksesan kita kedua.
Ketika kita ke sekolah bahkan bisa menikmati studi sarjana, di saat tiap menit ada 10 siswa drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah sukses kita ketiga.
Ketika kita mempunyai pekerjaan, di saat 46 juta orang menjadi pengangguran, itulah sukses kita keempat.
Ketika kita masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada 3 juta orang mati kelaparan setiap bulannya, itulah kesuksesan Kita yang kelima.
Sukses terjadi setiap hari, namun kita tidak pernah menyadarinya.
Saya sangat tersentuh ketika menonton film "Click!" yg dibintangi Adam Sandler, "Family comes first" (dahulukan keluarga), begitu kata-kata terakhir kepada anaknya sebelum dia meninggal.
Saking sibuknya Si Adam Sandler ini mengejar kesuksesan, ia sampai tidak sempat meluangkan waktu untuk anak dan istrinya, bahkan tidak sempat menghadiri hari pemakaman ayahnya sendiri, keluarganya pun berantakan, istrinya yang cantik menceraikannya, anaknya jadi ngga kenal siapa ayahnya.
Sukses selalu dibiasakan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa terus-terusan jadi best seller dengan membuat sukses menjadi hal yang rumit dan sukar didapatkan.
Sukses tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex, pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang/helikopter, punya istri cantik seperti Donald Trump dan resort mewah di Karibia.
Sukses sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Tuhan, sukses yang sejati adalah menikmati dan bersyukur atas setiap detik kehidupan kita.
Pada saat kita gembira, kita gembira sepenuhnya, sedangkan pada saat kita sedih, kita sedih sepenuhnya, setelah itu kita sudah harus bersiap lagi menghadapi episode baru lagi.
Sukses sejati adalah hidup benar di jalan Allah, hidup baik, tidak menipu, saleh dan selalu rendah hati.
Sukses itu tidak lagi menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit, sukses sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan, keadaan dan kekurangan kita apa adanya dengan penuh syukur.
Pernahkah kita menyadari?
Kita sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang. Uang hanyalah alat tukar, kita sebenarnya membeli rumah dari waktu kita.
Ya, kita mungkin harus kerja siang malam untuk bayar KPR selama 15 tahun atau beli mobil/motor kredit selama 3 tahun. Itu semua sebenarnya kita dapatkan dari membarter waktu kita, kita menjual waktu kita dari pagi hingga malam kepada penawar tertinggi untuk mendapatkan uang supaya bisa beli makanan, pulsa telepon dan lain-lain.
Aset terbesar kita bukanlah rumah/mobil Kita, tapi diri kita sendiri. Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat dari orang bodoh.
Semakin berharga diri kita, semakin mahal orang mau membeli waktu kita.
Itu sebabnya kenapa harga 2 jam-nya Kiyosaki bicara ngalor ngidul di seminar bisa dibayar 200 juta atau harga 2 jam seminar Pak Tung Desem Waringin bisa mencapai 100 juta!!!
Itu sebabnya kenapa Nike berani membayar Tiger Woods dan Michael Jordan sebesar 200 juta dollar, hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk bermerk menjadi mahal/berharga bukan karena merk-nya, tapi karena produk tersebut dipakai oleh siapa.
Itu sebabnya bola basket bekas dipakai Michael Jordan diperebutkan, bisa terjual 80 juta dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk sama, bila kita jual harganya justru malah turun.
Beginilah hidup di dunia yang sejenak ini, kita seperti mengejar fatamorgana, bila dilihat dari jauh, mungkin kita melihat air/emas di kejauhan, namun ketika kita kejar dengan segenap tenaga kita dan akhirnya kita sampai, yang kita lihat hanyalah pantulan sinar matahari/corn flakes saja.
Kita juga sudah sadar semuanya tentang hidup ini namun masih lebih suka mengejar fatamorgana tersebut ketimbang menghabiskan waktu kita yang sangat berharga bersama dengan orangtua yang begitu mencintai kita, memeluk hangat suami/istri kita, mengatakan "I love you" kepada orang-orang yang kita cintai: orang tua, istri, suami, anak, sahabat-sahabat kita.
Sumber http://www.facebook.com/#!/?page=1&sk=messages&tid=1535530950872
”Pusing saya, kyai ...”
”Kenapa harus pusing?” tanya sang kyai.
”Menurut saya, saya tidak pernah berbuat yang aneh-aneh. Saya sholat seperti biasa, shalat malam juga saya amalkan. Baca Al Qur’an rutin saya amalkan. Namun mengapa bisnis saya tertipu? Saya tertipu rekan bisnis saya. Saya percayai padanya, namun apa balasannya? Ia bawa kabur ratusan juta rupiah uang saya”.
”Ya...kamu tetap lakukan seperti biasanya, bahkan tingkatkan lagi. Lebih dekatkan lagi sama Gusti Allah. Apa yang terjadi padamu saat ini merupakan tanda-tanda kamu lagi disayang gusti Allah” jawab sang kyai.
Mendengar jawaban sang kyai, pemuda itupun tambah bengong dan bingung. Logika berfikirnya tidak masuk, namun untuk menanyakan lebih lanjut iapun tidak berani. Dengan kegelisahan yang masih menggelayut di kepalanya iapun pamitan pulang.
Sesampai di rumah, ia pandangi dirinya sendiri di depan cermin, ia pun berkata dalam hati, ”menyedihkan...”. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kalau dulu sisa uang masih bisa ia pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lambat laun semakin menipis, hingga pada suatu hari ia pun terpaksa memecah celengan, tempat ia kumpulkan koin lima ratus dan seratus rupiah. Dengan tersayat-sayat hatinya ia pun terpaksa memecah celengan itu, padahal semula celengan itu hanya sebagai tempat penyimpanan uang recehan yang menurutnya pada saat itu, tidak ada manfaatnya selain sebagai pemberian kepada ”polisi cepe” saat melintas di jalan.
Tahun berganti tahun pemuda ini lalui, dalam hari-harinya dalam kesulitan ia selalu terngiang-ngiang kata-kata sang kyai, ” ...lebih dekatkan lagi sama Gusti Allah. Apa yang terjadi padamu saat ini merupakan tanda-tanda kamu lagi disayang gusti Allah”. Ia pun terus mengevaluasi diri tentang kekurangan ibadahnya kepada Allah, tidak hanya ibadah lahiriah namun lebih ke aspek batiniah ia sedikit demi sedikit diperbaiki. Tanpa terasa lambat laun keadaan ekonominya berubah. Uang yang dulu tertipu rekan bisnisnya, telah kembali berlipat-lipat dari kemajuan usahanya.
Suatu saat ia pun bersilaturahim kepada kyai yang dulu ia temui. Setelah berbincang sejenak, si pemuda itu pun berkata kepada kyai. ”Alhamdulillah kyai, dari pengalaman saya tertipu rekan bisnis saya yang dulu saya bisa belajar tentang bersyukur, rama kyai”.
” O...begitu, alhamdulillah...” jawab kyai.
”Coba kalau saya tidak tertipu, saya tidak bisa merasakan arti sejumlah recehan yang dulu saya remehkan, rama kyai. Saat dalam kekurangan, uang recehan itu ternyata begitu berarti. Saya bisa merasakan betapa sesuatu yang sangat remeh menurut anggapan kita, ternyata berharga sekali, dan saya yakin masih banyak rekan-rekan saya yang bernasib di bawah saya.”
”Alhamdulillah... berarti kamu sudah bisa merasakan arti syukur. Terus, kamu kesini kok pakai mobil butut? Padahal duit kamu kan sudah banyak. Jangan-jangan kamu malah ngga bersyukur”, tanya kyai dengan senyuman.
”Bukan begitu rama kyai, insya allah saya bisa beli mobil yang jauh lebih mewah. Tapi saya takut rama kyai, saya selalu berdo’a, 'Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, tetapi jangan Engkau menjadikannya dalam hati kami', makanya saya berusaha lebih sederhana rama kyai”.
Mendengar jawaban pemuda, kyai pun tersenyum agak lebar, kemudian berkata, ”Alhamdulillah...semoga banyak pemuda yang berprinsip sama seperti kamu.....namun, kamu juga harus hati – hati, tanyakan dalam hatimu....sikapmu itu...karena tulus, atau karena ”ingin dianggap sederhana.....ingin dianggap zuhud....”
Ketika mendengar uraian sang kyai yang terakhir, ”...ingin dianggap sederhana.....ingin dianggap zuhud....”, hati pemuda itupun bergetar...., iapun lantas menunduk, lantas berkata, ”ya...rama kyai...saya masih harus belajar ....”.
Sahabat...
Sukses tidak ada hubungan dengan menjadi kaya raya, sukses itu tidak serumit/serahasia seperti kata para pakar,
SUKSES adalah KITA!
Karena kesuksesan terbesar ADA pada DIRI KITA SENDIRI.
Bagaimana kita tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi 1 ovum, itulah sukses pertama kita.
Bagaimana Kita bisa lahir ke dunia dengan selamat, itulah kesuksesan kita kedua.
Ketika kita ke sekolah bahkan bisa menikmati studi sarjana, di saat tiap menit ada 10 siswa drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah sukses kita ketiga.
Ketika kita mempunyai pekerjaan, di saat 46 juta orang menjadi pengangguran, itulah sukses kita keempat.
Ketika kita masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada 3 juta orang mati kelaparan setiap bulannya, itulah kesuksesan Kita yang kelima.
Sukses terjadi setiap hari, namun kita tidak pernah menyadarinya.
Saya sangat tersentuh ketika menonton film "Click!" yg dibintangi Adam Sandler, "Family comes first" (dahulukan keluarga), begitu kata-kata terakhir kepada anaknya sebelum dia meninggal.
Saking sibuknya Si Adam Sandler ini mengejar kesuksesan, ia sampai tidak sempat meluangkan waktu untuk anak dan istrinya, bahkan tidak sempat menghadiri hari pemakaman ayahnya sendiri, keluarganya pun berantakan, istrinya yang cantik menceraikannya, anaknya jadi ngga kenal siapa ayahnya.
Sukses selalu dibiasakan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa terus-terusan jadi best seller dengan membuat sukses menjadi hal yang rumit dan sukar didapatkan.
Sukses tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex, pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang/helikopter, punya istri cantik seperti Donald Trump dan resort mewah di Karibia.
Sukses sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Tuhan, sukses yang sejati adalah menikmati dan bersyukur atas setiap detik kehidupan kita.
Pada saat kita gembira, kita gembira sepenuhnya, sedangkan pada saat kita sedih, kita sedih sepenuhnya, setelah itu kita sudah harus bersiap lagi menghadapi episode baru lagi.
Sukses sejati adalah hidup benar di jalan Allah, hidup baik, tidak menipu, saleh dan selalu rendah hati.
Sukses itu tidak lagi menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit, sukses sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan, keadaan dan kekurangan kita apa adanya dengan penuh syukur.
Pernahkah kita menyadari?
Kita sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang. Uang hanyalah alat tukar, kita sebenarnya membeli rumah dari waktu kita.
Ya, kita mungkin harus kerja siang malam untuk bayar KPR selama 15 tahun atau beli mobil/motor kredit selama 3 tahun. Itu semua sebenarnya kita dapatkan dari membarter waktu kita, kita menjual waktu kita dari pagi hingga malam kepada penawar tertinggi untuk mendapatkan uang supaya bisa beli makanan, pulsa telepon dan lain-lain.
Aset terbesar kita bukanlah rumah/mobil Kita, tapi diri kita sendiri. Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat dari orang bodoh.
Semakin berharga diri kita, semakin mahal orang mau membeli waktu kita.
Itu sebabnya kenapa harga 2 jam-nya Kiyosaki bicara ngalor ngidul di seminar bisa dibayar 200 juta atau harga 2 jam seminar Pak Tung Desem Waringin bisa mencapai 100 juta!!!
Itu sebabnya kenapa Nike berani membayar Tiger Woods dan Michael Jordan sebesar 200 juta dollar, hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk bermerk menjadi mahal/berharga bukan karena merk-nya, tapi karena produk tersebut dipakai oleh siapa.
Itu sebabnya bola basket bekas dipakai Michael Jordan diperebutkan, bisa terjual 80 juta dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk sama, bila kita jual harganya justru malah turun.
Beginilah hidup di dunia yang sejenak ini, kita seperti mengejar fatamorgana, bila dilihat dari jauh, mungkin kita melihat air/emas di kejauhan, namun ketika kita kejar dengan segenap tenaga kita dan akhirnya kita sampai, yang kita lihat hanyalah pantulan sinar matahari/corn flakes saja.
Kita juga sudah sadar semuanya tentang hidup ini namun masih lebih suka mengejar fatamorgana tersebut ketimbang menghabiskan waktu kita yang sangat berharga bersama dengan orangtua yang begitu mencintai kita, memeluk hangat suami/istri kita, mengatakan "I love you" kepada orang-orang yang kita cintai: orang tua, istri, suami, anak, sahabat-sahabat kita.
Sumber http://www.facebook.com/#!/?page=1&sk=messages&tid=1535530950872
Label:
Renungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blog Archive
-
▼
2010
(65)
-
▼
Juli
(22)
- Haji Yusuf Amin, Kisah Sukses Penjual Gorengan Cen...
- Ayo Berhenti Merokok
- Bahaya Merokok
- Hukum Merokok
- TAUFIQ ISMAIL, Jalan Indah Nan Berliku Sang Penyair
- Perempuan Berbudi Pekerti
- LSM Ummi Maktum Voice
- Disayang Gusti Allah
- Presidenku
- Tentang Rasa
- "Untuk Acah"
- Bandung Hujan Lagi
- Harapan
- Kejadian Misterius di Perang Gaza
- Mouseless, Si Tikus Ajaib
- Hasil Akhir Dari Laga Piala Dunia 2010
- Ilmuwan Temukan Zat Penekan Rasa Lapar
- Cut Tari Ditetapkan Sebagai Tersangka
- Diet Cara Sehat
- Sindrom Golda Meir
- Apakah Anda Seorang Penderita Gangguan Kecemasan B...
- Puisi Cintaku
-
▼
Juli
(22)
Blog Sahabat
-
Cara Cek Online Keaslian Sertifikat Vaksin Meningitis4 tahun yang lalu
-
CATATAN KECIL SEORANG WANITA8 tahun yang lalu
-
Cornelius Geddy Berharap Bisa Perkuat PSIS Semarang9 tahun yang lalu
-
-
Inilah 5 Jam Tangan Pintar Terbaik di Tahun 20149 tahun yang lalu
-
Pendaftaran CPNS Diundur Sampai 7 September 201410 tahun yang lalu
-
Tas Indian Kulit Asli11 tahun yang lalu
-
Harlem Shake11 tahun yang lalu
-
Rambut Siwi Temple11 tahun yang lalu
-
11 Bagian Tubuh yang Bisa Berakibat Fatal Bila Dipukul12 tahun yang lalu
-
Angry Birds Hadir di Facebook12 tahun yang lalu
-
Internet Download Mnager 6.07 build 913 tahun yang lalu
-
Kiper-kiper Terbaik Sepanjang Masa13 tahun yang lalu
-
Membuat Form Transparan dengan Visual Basic14 tahun yang lalu
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
zeffa09. Diberdayakan oleh Blogger.
Category
- Alamku (2)
- Berita selebritis (1)
- Bisnis Online (12)
- Curhat (2)
- Dunia (2)
- Dunia Islam (8)
- Inspirasi (9)
- Jokes (1)
- Keluarga (4)
- Kesehatan (10)
- Lirik lagu (2)
- Mario Teguh (2)
- Negeriku (23)
- Olahraga (8)
- Pendidikan (2)
- Puisiku (2)
- Renungan (13)
- SWOM (1)
- Teknologi (14)
- UMV (1)
0 komentar:
Posting Komentar